![$rows[judul]](https://www.dinamikaindonesia.co.id/asset/foto_berita/WhatsApp_Image_2023-12-08_at_06_23_25.jpeg)
Banyuwangi - Program Sekolah Rakyat (SR) yang digagas Presiden Prabowo Subianto di Banyuwangi dipastikan tetap berjalan sesuai jadwal yang telah ditetapkan Kementerian Sosial (Kemensos), meski menghadapi kendala dalam pemenuhan jumlah siswa untuk jenjang Sekolah Dasar (SD).
Wakil Ketua DPRD Banyuwangi, Ruliyono mengatakan program Sekolah Rakyat tersebut menjadi salah satu terobosan untuk membantu keluarga prasejahtera di Banyuwangi agar anak-anak mereka mendapatkan pendidikan berkualitas secara gratis.
“Program Sekolah Rakyat ini adalah komitmen nyata Presiden Prabowo dalam pemerataan akses pendidikan. Kami di DPRD mendukung penuh agar ini bisa berjalan lancar, termasuk mendorong Dinas terkait untuk gencar melakukan sosialisasi, supaya orang tua tidak ragu melepas anaknya di asrama,” kata Ruliyono.
Baca Juga : Fraksi DPRD Kritisi Lonjakan Belanja dan Serapan Anggaran Rendah
Politisi Partai Golkar itu juga meminta agar pemerintah daerah membuka ruang komunikasi dengan orang tua calon siswa.
“Perlu pendekatan yang lebih humanis dan intensif. Kalau perlu, libatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama, agar orang tua lebih percaya dan yakin bahwa anak-anak mereka akan diasuh dengan baik di asrama,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (Dinsos PPKB) Banyuwangi, Henik Setyorini, menjelaskan bahwa seluruh kesiapan fasilitas dan tenaga pendidik telah rampung.
“Rencana pelaksanaan pembelajaran dimulai pada 14 Juli 2025. Tapi kita belum tahu pasti, apakah ada perubahan dari Kemensos atau tidak,” kata Henik.
Henik memaparkan, rombongan belajar (Rombel) untuk jenjang SMP dan SMA telah terpenuhi. Masing-masing jenjang memiliki dua Rombel dengan kapasitas maksimal 25 siswa per kelas. Namun, untuk jenjang SD masih terkendala karena minimnya pendaftar.
Salah satu penyebab minimnya pendaftar, kata Henik, adalah adanya sistem asrama (boarding) yang membuat sejumlah orang tua keberatan melepas anaknya.
“Memang orang tua tidak ikhlas sepertinya. Jadi kita kesulitan mencari keikhlasan orang tua untuk melepas anaknya di boarding,” terangnya.
Henik menambahkan, siswa SD yang diterima tidak harus dari kelas satu, melainkan bisa berasal dari kelas III atau IV, dan akan digabung dalam satu Rombel.
"Kami bersama Dinas Pendidikan (Dispendik) Banyuwangi
dan pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) terus berupaya melakukan
pendekatan agar kuota minimal 25 siswa bisa terpenuhi," pungkasnya. (*)