Fraksi DPRD Kritisi Lonjakan Belanja dan Serapan Anggaran Rendah

$rows[judul]

Banyuwangi - Enam fraksi DPRD Kabupaten Banyuwangi menyampaikan Pandangan Umum (PU) terhadap Rancangan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025. Rapat dipimpin Wakil Ketua DPRD Siti Mafrochatin Ni’mah dan dihadiri Wakil Bupati Mujiono, Pj. Sekda Guntur Priambodo, serta jajaran kepala SKPD dan camat se-Banyuwangi. 

Pembahasan diawali oleh Fraksi PDI Perjuangan yang disampaikan langsung Ketua Fraksi Ficky Septalinda. Fraksi ini menyoroti defisit sebesar Rp459,2 miliar dalam perubahan APBD 2025 yang ditutup melalui skema pinjaman daerah. Meski diakui tidak melanggar aturan, penggunaan pinjaman dinilai bertentangan dengan semangat efisiensi sebagaimana tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 dan dokumen RPJMD. 

“Pinjaman daerah berpotensi membebani fiskal daerah di tahun-tahun mendatang. Kami mendorong agar penyusunan perubahan APBD 2025 lebih taat azas dan sesuai dengan regulasi,” tegas Ficky. 


Baca Juga : Tim Ahli DPR RI Gali Kendala Legislasi Daerah Banyuwangi

Fraksi ini juga mencermati peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang naik 5,41 persen menjadi Rp740,3 miliar. Mereka mengapresiasi capaian ini, namun menekankan pentingnya strategi konkret agar prediksi tersebut dapat direalisasikan secara nyata. Sementara itu, kemampuan belanja daerah mengalami kenaikan dari Rp3,4 triliun menjadi Rp3,89 triliun atau naik 14,47 persen. 

Senada, Fraksi PKB yang diwakili H. Susiyanto menilai tahun 2025 sebagai periode transisi penting menuju RPJMD 2025–2029. Namun, kondisi ekonomi daerah dinilai masih menghadapi tekanan, termasuk pertumbuhan ekonomi yang stagnan di angka 4,02 persen, inflasi yang meningkat hingga 3,48 persen, serta angka kemiskinan yang masih bertahan di 7,91 persen. 

“Kenaikan belanja daerah tidak akan signifikan jika tidak diarahkan pada sektor produktif yang mampu menyerap tenaga kerja,” ujar Susiyanto.  

Fraksi PKB juga menyoroti penurunan pendapatan transfer dari pusat dan provinsi, serta penggunaan SILPA yang melonjak menjadi Rp585,54 miliar—indikasi rendahnya serapan anggaran pada tahun sebelumnya. Fraksi ini mendorong perbaikan pelaksanaan program, percepatan realisasi anggaran, dan evaluasi pembiayaan secara terbuka setiap triwulan. 

Sementara itu, Fraksi Partai Demokrat melalui juru bicara Yusieni mengapresiasi peningkatan target PAD, namun menilai proyeksi tersebut masih bisa ditingkatkan. Ia mencontohkan potensi PAD dari Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang hanya ditarget Rp54,4 miliar, padahal estimasi potensinya mencapai Rp80 hingga Rp90 miliar, berdasarkan jumlah kendaraan bermotor di Banyuwangi yang mencapai lebih dari 1,1 juta unit. 

“Kami mendorong optimalisasi potensi PAD melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pajak, serta memperkuat digitalisasi layanan perpajakan,” kata Yusieni. 

Demokrat juga menyoroti pelonjakan belanja hibah dari Rp128,8 miliar menjadi Rp154,8 miliar. Kenaikan ini dinilai tidak selaras dengan Inpres No. 1 Tahun 2025 dan PP Nomor 1 Tahun 2024 tentang harmonisasi kebijakan fiskal nasional, yang mendorong efisiensi dan selektivitas dalam pemberian hibah kepada lembaga atau masyarakat. 

“Meski kami mengapresiasi naiknya proporsi belanja modal dari 12,8 persen menjadi 23 persen untuk kepentingan publik, namun peningkatan belanja hibah tetap menjadi catatan penting bagi fraksi kami,” tambahnya. 

Setelah seluruh fraksi menyampaikan pandangan umumnya, rapat paripurna ditutup dengan penegasan bahwa proses pembahasan lanjutan Raperda Perubahan APBD 2025 akan tetap mengedepankan prinsip transparansi, akuntabilitas, serta keberpihakan terhadap masyarakat kecil.